Tuesday, October 29, 2019

Review Jurnal "ANALISIS KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GANGGUAN FUNGSI GINJAL DI SUATU RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI KOTA BANDUNG"


Nama   : Billy Mintje
NPM    : 1743050042

REVIEW ARTIKEL
ANALISIS KESESUAIAN DOSIS PADA PASIEN GANGGUAN FUNGSI GINJAL DI SUATU RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DI KOTA BANDUNG
Zulfan Zazuli, Tomi Hendrayana, Bhekti Pratiwi, Cherry Rahayu

I. LATAR BELAKANG
Menurut definisi  Kidney Disease: Improving Global Outcomes     (KDIGO),     gangguan     fungsi     ginjal didefinisikan sebagai kerusakan ginjal akut (acute kidney injury/ AKI) dan penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease/ CKD) (Khwaja 2012, Levin dan Stevens 2014). Keduanya adalah masalah kesehatan yang trennya semakin meningkat dewasa ini. Meningkatnya prevalensi dan insidensi penyakit-penyakit lain yang menjadi faktor risiko gangguan fungsi ginjal seperti hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes melitus juga berkontribusi terhadap meningkatnya morbiditas (McMahon et al. 2014).  Menurunnya fungsi ginjal tidak hanya mempengaruhi fungsi fisiologis normal tubuh tetapi juga mempengaruhi farmakokinetika dari obat, baik itu pada proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme. Absorpsi obat mengalami perlambatan akibat keparahan gangguan ginjal. Pada tahapan distribusi  terjadi penurunan plasma protein sehingga banyak obat yang tidak terikat atau bebas. Penurunan klirens ginjal akan mempengaruhi proses metabolisme. Akibatnya akan terjadi akumulasi baik itu senyawa endogen ataupun senyawa eksogen.

II. TUJUAN
Untuk mengetahui kesesuaian dosis pada pasien gangguan fungsi ginjal

III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam penelitian retrospektif observasional. Diawali dengan mengkaji jenis penyakit dan pola pengobatan. Pada tahap ini dikaji pola penyakit dan pengobatan pada bulan Januari sampai Maret 2015 di suatu rumah sakit akademik di Bandung kemudian dibuat prioritas obat yang akan dianalisis lebih lanjut. Obat yang dianalisis ditentukan dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu: (1) obat yang memerlukan penyesuaian dosis, (2) obat paling sering digunakan, dan (3) obat yang digunakan untuk mengatasi komorbid. Setelah ditentukan obat yang menjadi prioritas untuk dianalisis, kemudian dibuat kriteria penggunaan obat (KPO) yang mengacu pada AHFS 2014 (McEvoy 2014), Drug Information Handbook (DIH) 2015 , dan Drug Dosage in Kidney Disease 2011 (Seyffart 2011) dan digunakan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat yang terjadi. Pustaka tersebut dipilih karena ketiganya adalah pustaka utama yang menjadi acuan di rumah sakit tempat penelitian ini dilakukan. Sumber dari AHFS 2014 dan DIH 2015 digabung karena terdapat kesamaan informasi pada 10 obat yang dipilih untuk analisis. Selanjutnya dilakukan pengkajian penggunaan obat pada pasien dengan membandingkan data lapangan terhadap KPO yang telah dibuat dan terhadap clinical pathway yang berlaku di RSUP Dr. Hasan Sadikin. Hasil yang diperoleh dari ketiga pustaka tersebut dibandingkan untuk menilai sensitivitas pustaka.

IV. HASIL PEMBAHASAN
Dari 266 pasien, mayoritas adalah laki-laki 145 (54,51%).   Terlihat   bahwa   semakin   bertambah usia semakin besar kemungkinan seseorang terkena gangguan ginjal karena usia merupakan salah satu faktor risiko dari gangguan ginjal (DiPiro et al. 2014). Mayoritas pasien yang dirawat inap adalah pasien tahap 5 CKD (39.09%) yang kemungkinan mengalami banyak komorbiditas.
Dari 243 jenis obat yang digunakan oleh subjek, dipilih 10 obat yang menjadi prioritas untuk dianalisis yaitu allopurinol, bisoprolol, kaptopril, levofloksasin, ramipril, ranitidin, sefiksim, seftriakson, simvastatin, dan siprofloksasin. Pemilihan obat didasarkan obat yang memerlukan penyesuaian dosis.

V. KESIMPULAN
Angka kejadian ketidaksesuaian dosis dari total hari pemberian obat sebesar 54,59% berdasarkan AHFS-DIH dan 34,69% berdasarkan Seyffart. Dari penelitian ini dapat disimpulkan masih terdapat masalah terkait obat dengan angka kejadian yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa pemantauan terapi pada pasien gangguan ginjal perlu dilakukan agar efektivitas terapi tercapai tanpa menimbulkan masalah yang dapat memperparah kondisi ginjal. Terdapat perbedaan signifikan antara dua kelompok pustaka acuan. AHFS dan DIH memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam mendeteksi ketidaktepatan dosis dibandingkan Seyffart.

VI. REFERENSI
Balitbangkes-RI,   2013,   Riset   Kesehatan   Dasar, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Belaiche S, Romanet T, Allenet B, Calop J, Zaoui P, 2012, Identification of drug-related problems in ambulatory chronic kidney disease patients: a 6- month prospective study, J Nephrol 25(5): 782- 788, doi:10.5301/jn.5000063.
Cabello-Muriel A, Gascon-Canovas JJ, Urbieta-Sanz E, Iniesta-Navalon C, 2014, Effectiveness of pharmacist intervention in patients with chronic kidney disease, Int J Clin Pharm 36(5): 896-903, doi:10.1007/s11096-014-0001-3.
Castelino RL, Sathvik BS, Parthasarathi G, Gurudev KC, Shetty MS, Narahari MG, 2011, Prevalence of medication-related problems among patients with renal compromise in an Indian hospital, J Clin Pharm Ther 36(4): 481-487, doi:10.1111/j.1365- 2710.2011.01266.x.
DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, 2014, Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach, 9 ed, McGraw-Hill Medical, New York.
GDB-2013, 2015, Global, regional, and national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of death, 1990-2013: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013, Lancet 385(9963): 117-171, doi:10.1016/s0140-6736(14)61682-2.